𝗕𝘂𝗻𝗴𝗮
Pada suatu waktu, seseorang pernah berbisik padaku tentang hatiku padamu.
"Sepertinya ini akan jadi persaingan yang cukup berat, Sayang. Kau tahu, banyak bunga menari-nari di dekatnya dan dia tinggal petik."
Mendengarnya, aku langsung tersenyum.
"Aku tidak sedang bersaing dengan siapa-siapa, apalagi dengan bunga-bunga," sedemikian tenang aku menjawab suara yang ternyata lekat di kuping dan ingatanku begitu lama.
Menerima jawabanku, ia lantas meyakinkan, pantai mana yang akan ditinggali oleh gelombang perasaanku padamu. Ialah, kekecewaan.
"Tapi, mungkin kau tak terpilih. Jarak yang jauh dan luka-luka masa lalumu, bisa jadi akan memberatkan kakinya untuk segera berangkat memelukmu."
Mendengarnya, aku kembali tersenyum.
"Jarak yang jauh dan luka-luka masa laluku, barangkali adalah pembawa kabar baik. Sebab, itu berarti, dia tak bisa melihatku atau membuatku lebih terluka," aku menjawab dengan ketenangan yang sama seperti sebelumnya. ...
Entah mengapa, dia tersentak kali ini. Kemudian, dengan lirih sekali, dia bilang,
"Hiduplah lebih lama dari yang kau pikirkan, Sayang. Karena kau benar; kau bukanlah bunga. Kau melakoni hidup sebagai manusia; sebagai pecinta."
Ditulis oleh Xerena Heranata
Komentar
Posting Komentar